Ini adalah seri ke-2, tantangan pekan pertama, ODOP batch 5 kelas lanjutan non fiksi. Menulis tentang "perjalanan menulisku", setelah tema pertama tentang "aku".
Untuk menceritakan perjalanan itu, sebetulnya bingung juga akan bermula dari mana. Saya tidak tahu pasti, apakah sebenarnya punya bakat menulis atau tidak. Kalaupun sekarang menulis di blog, itu sekedar mewujudkan dorongan ingin menuliskan sesuatu yang kadang muncul di dalam pikiran atau angan-angan. 

Sejak SD, sepertinya memang mempunyai ketertarikan pada membaca dan untaian kata yang unik. Sampai kini masih teringat, saya pernah meracau seolah sedang berpuisi kala itu. Rentetan kata yang tercipta berbunyi "mengendap-endap meminta tolong begitu saja". Kalimat itu masih baik tersimpan dalam ingatan, karena sesaat setelah terucap lantang saat itu, "hahahaaaa ... " suara tawa kakak pun membahana.

Di masa SMP, saat orang tua bertemu guru Bahasa Indonesia yang juga wali kelas kala itu, beliau menyampaikan bahwa saya, kalau diberi tugas membuat kalimat, selalu berisi berita up to date. Belakangan menyadari, terpaksa mengikuti tontonan Bapak, semacam berita malam, ternyata mempunyai pengaruh positif.
Satu kenangan yang tak terlupakan, saat menyusun tugas laporan kegiatan studytour ke Jakarta, atas usul saya, judul laporan saat itu adalah "Berpaling Sejenak ke Ibu Kota". Padahal kelompok lain membuat judul yang formal semacam "Laporan Kegiatan Studytour". Saya berpikir, kok waktu itu teman-teman mau saja menerima ide "aneh" yang tidak tepat itu ya ....

Di jenjang SMA, saya benar-benar tidak menyukai pelajaran Bahasa Indonesia. Selalu merasa berat kalau diminta mencari kalimat utama pada paragraf, karena bagi saya setiap kalimat dalam paragraf itu bermakna dan penting. Itulah sebabnya, baru merasa puas membaca ketika semua kata benar-benar dicermati. Waktu itu Bapak pernah bercerita dengan temannya, "Desi itu, bungkus makanan saja dibaca dulu sampai habis, sebelum dibuang." Tidak menyangka sampai begitu perhatian orang tua.

Satu hal lagi, sejak SMP saya suka sekali kalau melihat buku notes yang bergambar atau berbentuk cantik. Kalau ada kesempatan ke toko buku, mata rasanya gatal kalau sudah melihat notes yang cantik-cantik. Hasilnya, karena sudah dibeli, mau tak mau harus menulis di dalamnya. Menulis apa saja semacam diary, jadwal, atau catatan penting seperti hutang-hutang. 😊😊
Mungkin dari notes-notes itulah perjalanan menulis dimulai.

Buku notes hadiah dari kakak yang telah usang

Di zaman berstatus emak muda, saat anak baru satu dan masih balita, rasanya idealisme dalam mendidik anak masih tinggi-tingginya. Banyak cerita perkembangan dan pengalaman menghiasi buku notes yang masih suka dikoleksi. 


Mungkin, diberi kesempatan menjadi bagian dari tim penulis sebuah penerbit LKS, adalah satu-satunya capaian kepenulisan saya sampai saat ini. Namun anehnya, saat itu malah kebagian menulis mapel IPA SD. Dari situlah, mulai lebih tertarik dalam kepenulisan yang ternyata bisa menghasilkan. Sayangnya, setelah berpindah domisili, kesempatan itu tak bersambung lebih lama lagi.

Jadilah, keinginan menulis entah mengapa selalu ada. Meski tak yakin akan ada yang membaca, saya tetap menulis sebagai teman berbicara. Kadang merasa geli, karena ide yang  muncul mungkin tidak seperti yang orang banyak pikirkan. Tapi entah mengapa saya seolah tak tahu malu untuk berani menulisnya. Sederhana, jujur, apa adanya, itu rasanya ciri khas tulisan saya. Seperti karakter pribadi saya yang sesungguhnya.

Dan, bertemu dengan saudara-saudara baru di ODOP adalah sebuah keajaiban. Meski kadang berat harus menulis setiap hari, insya Allah akan tetap berusaha. Saya yakin semua akan bermuara dengan manis nanti pada akhirnya. Jika DIA mengizinkannya.


#Tantangan1
#perjalanan_menulisku
#onedayonepost_nonfiksi
#ODOPbatch5

2 comments:

  1. Keren. keren. Keren.
    Tim penulis LKS ternyata.
    Perjuangan menulisnya luar biasa.
    Semangat menulis cekgu ^_^

    ReplyDelete

 
Diary Guru © 2016 | Contact Us +6281567814148 | Order Template di Sangpengajar
Top